GNRHL Bisa Bangkrutkan Petani Bibit

Rabu, 05 Januari 2005 Diadukan ke Menhut

Suara Merdeka -KEBUMEN- H Nurul Hadi SAg, petani bibit asal Desa Triwarno, Kecamatan Kutowinangun, Kebumen, mengadu ke Menteri Kehutanan (Menhut) terkait Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL). Sebab, mekanisme pengadaan bibit selama ini bisa mengancam kebangkrutan para petani bibit. Menurut dia, untuk bibit jati yang bisa diterima oleh proyek harus dari Area Pusat Bibit (APB) dan dengan sertifikasi. Padahal, harga satu kilogram bibit yang belum pasti tumbuh Rp 150.000-Rp 250.000, dan itu pun paling hanya bisa tumbuh 1.000 batang.

''Kalau ingin punya satu juta bibit, kami harus mengeluarkan Rp 150 juta. Mana ada petani mampu,'' keluhnya, sambil menambahkan telah menyampaikan keluhan tertulis ke DPR, Dirjen Konservasi dan Tanaman Hutan Dephut, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Opak Progo di Yogyakarta, dan Ketua Panitia Pengadaan Bibit GRNHL di Yogyakarta.
Nurul mengatakan, mekanisme pengadaan bibit melalui sistem proyek itu justru menyengsarakan para petani bibit. Sebab, hanya perusahaan besar dan bermodal serta punya koneksi bisa andil dalam pengadaan bibit. Dalam praktiknya, terjadi intimidasi, koneksi, dan kolusi yang sulit dilacak.
Pihaknya mengusulkan kepada Menhut agar lebih mengutamakan potensi lokal seperti bibit lokal. Sebab, realitasnya pemegang surat perintah kerja (SPK) yang melalui mekanisme proyek, belum tentu mempunyai produk bibit berkualitas.
Dinas di daerah bersangkutan, tuturnya, harus memfasilitasi para kelompok tani bibit dalam rangka pengadaan bibit.
Sudah Layu
Dia mengatakan, dengan pemberdayaan petani setempat, bibit juga harus dari produk lokal. Sebab dengan pemberdayaan sumber daya lokal itu, otomatis banyak keuntungan diperoleh masyarakat kelas bawah. Mulai sirkulasi keuangan di desa, pekerja pengelola bibit sampai bibit tidak keburu layu atau stres saat dibawa ke lokasi penanaman.
Sementara aktivis Bina Lingkungan Hidup Indonesia (BLHI) Kebumen Haryanto Fadeli menyoroti proyek GNRHL cenderung gagal. Padahal, untuk Kebumen saja luas lahan yang masuk GNRHL 4.112 ha meliputi dalam kawasan hutan 1.556 ha dan luar kawasan 2.556 ha.
Menurutnya, proyek yang dimulai sejak 2003 itu diduga banyak terjadi penyimpangan, mulai pencairan dana, penandatanganan SPJ, penyediaan bibit hingga pupuk. Dia menemukan data pencairan dana per kelompok tani Rp 80 juta, realisasinya sampai pada kelompok tani hanya Rp 8 juta. Kepala Dinas Pertanian H Subagijo DS SPd yang dihubungi kemarin menyatakan sebenarnya GNRHL 2004 merupakan kelanjutan, dan pihaknya hanya meneruskan dari dinas terdahulu. Adapun pelelangan pengadaan bibit dilakukan oleh DAS RHL di Yogyakarta.
Dia mengakui, beberapa hal terkait GNRHL itu ruwet. Namun, daerah tak bisa berbuat banyak karena merupakan program nasional. Dalam pengadaan bibit, petani lokal telah ikut berperan. Untuk kabupaten hanya memfasilitasi pelelangan angkutan bibit. (B3-92s)

0 komentar:

Posting Komentar