Geliat UKM Songsong Pasar Bebas

Ketika krisis Ekonomi menerpa, banyak perusahaan besar yang kolaps. Namun justru usaha kecil dan menengah (UKM) dapat bertahan. Begitu juga dengan UKM sektor tas dan konveksi yang ada di Kebumen. Bahkan kiprah mereka dapat memutar roda perekonomian daerah dengan omzet 1,5 miliar/bulan. Kini, tantangan sekaligus peluang kembali mengadang. Ya, era pasar global  2010.
Bagaimana kiat-kiat mereka untuk menghadapi persaingan yang lebih hebat tersebut. Berikut laporan wartawan Suara Meredeka Komper Wardopo, Supriyanto, dan Mohamad Annas dalam beberapa tulisan.  

PASAR bebas sudah di depan mata. Tahun 2010 tentu bukan waktu yang lama. Era tersebut tentu sebuah tantangan tersendiri, karena barang dagangan dan jasa akan menyerbu ke berbagai daerah. Namun di sisi lain, era memberi peluang bagi para pelaku usaha, termasuk UKM. Sebab, produk mereka juga bisa menembus berbagai pasar negara lain. Tinggal nanti, mampukah produk lokal ini bersaing dan meraih pasar tersebut.

Ke depan, UKM harus bisa menghasilkan produk yang kompetitif. Selain murah, produk harus bermutu agar bisa tetap eksis. Kondisi ke depan itu juga meresahkan pelaku UKM di Kebumen.

Tanpa disadari, ternyata UKM merupakan salah satu kekuatan utama yang bisa menggerakkan roda perekonomian Kebumen. Kini kabupaten itu memiliki 33.406 usaha kecil dan 10 usaha menengah.

Tenaga kerja yang terserap industri kecil itu mencapai 84.293 orang dan usaha menengah 226 orang.  Tenaga kerja yang rata-rata memiliki pendidikan pas-pasan (lulus SD-SMP) terserap dengan penghasilan Rp 8.000-12.000/orang/hari.


Salah satu yang harus dipertahankan adalah industri tas dan konveksi. Mereka menghasilkan produk beraneka ragam, mulai dari tas sekolah, tas kerja, tas santai, industri peci atau songkok, konveksi, topi, aneka bordir, hingga sablon.
UKM tas dan konveksi, dalam sepuluh tahun terakhir, tumbuh pesat di dua kecamatan, yakni Kecamatan Kebumen (Kelurahan Selang, Desa Kalirejo, Sumberadi, Tanahsari, Wonosari, Roworejo dan Bandung), serta Kecamatan Alian (Desa Bojongsari, Surotrunan, Seliling). Desa-desa itu berdekatan. Radiusnya hanya 2,5 km dari pusat Kota Kebumen ke timur.

 Namun, industri tas paling berkembang dan bertahan. Kini ada200 pelaku UKM. Tenaga kerja rata-rata satu pengusaha mencapai 7 orang-30 orang. Satu pengusaha mampu memproduksi 100-300 kodi atau 2.000-6.000 tas/unit/bulan.

Tak heran dari aktivitas penjualan produksi, upah pekerja konveksi, sampai transaksi bahan baku di kawasan industri rumah tangga tas Kebumen itu, perputaran uang mencapai Rp 1,5 miliar lebih per bulan. 

Membangun Jaringan Usaha   

Jaringan usaha mereka pun meluas. Bahkan industri tas Kebumen tidak hanya  terserap ke pasar-pasar tradisional setempat, namun merambah ke Purwokerto, Magelang, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Jakarta. Pasar luar Jawa seperti Sulawesi dan Sumatera pun telah tertembus.

Barang-barang tersebut sering dipasarkan lewat sales mandiri. Maksudnya, sales yang atas kemauan dan modal sendiri. Mereka ambil barang, lalu keliling memasarkannya. Untuk pasar lokal, sering diantar oleh pelaku usaha sendiri.
Beberapa jenis tas sekolah itu sepintas tak jauh berbeda dari tas buatan pabrik. Sebab rata-rata dikerjakan dengan konveksi dan oleh tangan-tangan yang terampil, meski para pekerja lulusan SD dan SMP. Sistem upah ada harian, ada pula borongan. Rata-rata pekerja mendapat upah Rp 8.000-12.000 per hari.
Persaingan usaha tak sehat pasti mengancam usaha yang sejenis semacam tersebut. Karena itu, para pelaku usaha pun mulai sadar akan arti pentingnya membentuk wadah atau asosiasi. Itu pula yang membuat lahir Gabungan Antarperajin Tas Kebumen (Granitek) yang mulai eksis dan menampakkan perannya dalam dua tahun terakhir. Menurut Ketua Granitek,  HM Soderi (40) ada sekitar 200 anggota bergabung.   

Kendala klasik mereka adalah pemasaran, modal, dan jaringan. Apalagi semula perajin tas Kebumen tak berani membuat nama produk. Namun kini sebagian dari mereka telah memiliki merek sendiri.

Lewat organisasi itulah mulai disusun kesepakatan-kesepakatan.  Misalnya, merek dagang tak boleh sama, menghindari banyak sales di satu pasar, dan menjaga kualitas produk.

Untuk memperkuat usaha, Soderi memiliki dua toko yang menyediakan bahan baku, mulai aneka jenis kain terpal, plastik, benang, spon, mesin jahit, mesin potong serta resleting. Fungsinya, mempermudah anggota mendapat bahan baku dan menekan ongkos produksi karena biaya transportasi bisa dikurangi. Dua toko bahan bakunya di Desa Tanahsari dan Bojongsari Alian yang lebih dekat dengan sentra tas tersebut. Toko di Jl Kertinegaran KM2 Bojongsari sekaligus skretariat Granitek.

Di tempat inilah, para perajin sering bertukar informasi atau saling mendukung untuk mengatasi berbagai permasalahan, mulai dari produksi hingga pemasaran.

Sebenarnya, UKM akan lebih berperan dengan dorongan berbagai pihak. Termasuk pemerintah. Bukan untuk turut campur tangan, melainkan lebih memberi rangsangan kemudahan usaha, akses modal, pasar, jaringan serta peningkatan kapasitas.

Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Perindagkop) Kebumen Dirman Supardi SH mengakui, investasi UKM relatif kecil tetapi bisa menyerap banyak tenaga kerja. UKM bisa mengurangi urbanisasi, memanfaatkan potensi desa, dan merangsang masyarakat berinovasi dan berkreasi.

’’UKM seperti usaha tas merupakan pelaku ekonomi utama yang terbukti lebih tangguh menghadapi krisis ekonomi,’’jelas Dirman.

Seperti dikemukakan Soderi, mereka sebenarnya memiliki kemampuan membuat, namun belum punya ’’ilmu’’, yakni ilmu manajemen, persaingan usaha hingga cara mempertahankan kualitas hasil produksi. Dari sisi produksi, perlu ada pembinaan semacam kualitas kontrol atau penjaminan mutu sehingga produk yang dihasilkan benar-benar baik.   

Mereka pun butuh lokasi untuk promo. Ini mestinya tugas pemerintah menyediakan semacam kawasan untuk sarana promosi, layaknya pertokoan di Tanggulangin Sidoarjo Jatim.

Namun jangankan sarana promosi, sekadar papan nama menuju sentra desa itu pun belum ada.

Ke depan, Pemkab diharapkan memiliki rencana strategis dan data  yang jelas tentang UKM, sehingga ada dukungan dari berbagai sektor baik dinas maupun UPTD. Program yang ada juga benar-benar aplikatif sesuai harapan para pelaku UKM. (72)

0 komentar:

Posting Komentar