Fenomena Caleg 'Glonggongan'

19 Nopember 2008
GAGASAN
Suara Merdeka-Setelah 32 tahun lembaga legislatif tidak berdaya dan hanya menjadi stempel kebijakan pemerintah Orba, kini saatnya lembaga milik rakyat itu untuk diberdayakan maksimal.

Pertanyaan, masih adakah wakil rakyat yang berani mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak terjerumus dalam penyalahgunaan kekuasaan?.

Demokrasi adalah salah satu instrumen politik yang menjadikan peluang konstitusional untuk mengganti wakil rakyat yang tidak amanah dan tidak ”merakyat”.

Jika hasil dari suatu kegiatan politik tidak mengarah pada pemberian kekuasaan yang efektif maka hasilnya adalah pemerintahan yang tidak bertanggung jawab.

Dalam kondisi ini, kekuasaan pemerintah secara lambat laun akan bertambah besar dan suara rakyat terhadap kebijakan pemerintah menjadi tidak mempan alias impoten karena tidak ada kontrol efektif dari rakyat. Setelah Orde Baru, Indonesia memasuki demokrasi yang lebih bebas dan terbuka. Masyarakat sipil (civil society) juga berkembang.

Kehidupan politik yang senantiasa dikekang tidak bisa lagi menjawab masalah yang kian rumit dalam kehidupan sosial ekonomi masyarakat modern. Hal ini memerlukan paradigma perubahan yang bermakna produktif dan konstruktif. Untuk itu diperlukan partisipasi politik masyarakat yang merupakan aspek penting dinamika perubahan.

Pembangunan nasional, mengandalkan partisipasi masyarakat secara luas. Dalam perspektif politik menjadi ciri khas modernisasi politik. Di sini, kemajuan demokrasi dapat dilihat peningkatannya. Partisipasi politik masyarakat merupakan sarana sekaligus bagian integral dari tujuan pembangunan nasional.

Indonesia meyakini, tidak ada pembangunan yang berhasil tanpa dukungan rakyatnya. Peran serta masyarakat adalah sarana untuk mewujudkan kesejahteraan. Bagaimana mewadahi peran serta politiknya. Mewadahi lebih mudah dibandingkan dengan mewujudkan kualitas partisipasi politik sehingga dapat didukung oleh kapasitas sistem yang ada.

Peran serta masyarakat yang signifikan dan komplementer terhadap penguatan sistem demokrasi menjadi substansi utama. Partisipasi politik yang tinggi tanpa didukung lembaga politik yang kuat, akan menimbulkan deviasi dan distorsi. Tak sedikit kader yang dicalonkan masih membawa masalah. Terlibat korupsi, penyuapan, nepotisme, amoral, dan lainnya.

Yang menggelikan lagi, ada caleg yang memasang spanduk bertuliskan ”Mohon doa restu dan dukungan” diembel-embeli putra dari seorang tokoh. Tak ketinggalan fenomena caleg yang diusung oleh cukong  dengan harapan setelah jadi ada utang budi dengan ”meng-goals-kan” suatu proyek.

Pada Pemilu 2009, diharapkan masyarakat tidak terjebak dengan partai besar. Tak bisa dibayangkan, bagaimana jadinya negeri ini kalau diisi oleh legislator yang tidak kredibel yang berasal dari ”caleg glonggongan” yang sarat masalah. Akibatnya, masyarakat menjadi jengkel dan frustrasi karena aspirasi tak pernah didengar. Jangan heran kalau potret masyarakat akan selalu kental dengan keterbelakangan, kemiskinan, dan kebodohan.

Wahid Romadlon (08157652229)
Jl Sekar Jagad II/17, Semarang

 Prioritas Taman Kota

Pembenahan taman kota diprioritaskan (SM, 18 Oktober 2008), merupakan kabar gembira dan perlu memperoleh sambutan serta dukungan segenap lapisan masyarakat Kebumen. Karena di tahun 2009, tidak hanya pembangunan bidang sarana prasarana jalan dan jembatan atau proyek besar lainnya saja yang perlu diprioritaskan.

Hal ini merupakan salah satu perwujudan bahwa sesungguhnya cita-cita daerah dengan slogan ”Kebumen Beriman” (Bersih, Indah, Manfaat, Aman dan Nyaman) benar-benar bisa menjadi kenyataan.

Beberapa catatan yang pernah saya informasikan melalui Wacana Lokal dan Surat Pembaca di harian ini beberapa waktu lalu, antara lain:
”Kebumen miskin taman” (27-3-2005), ”Bunga di tepi jalan” (26-3-2005). Wacana Lokal (6-3-2007) tentang ”Membangun kota indah dan bersih”, ”Taman Budaya” (15-3-2007), ”Bak sampah” (19-5-2007) dan (terima kasih DKP), ”Taman Mini Kebumen” (12-6-2007), ”Wisata Kebumen” (30-6-2007) dan ”Jl Kolopaking Semrawut” (15-3-2008). Ternyata walau mungkin terabaikan, saat ini menjadi perhatian pihak terkait.

Saya berharap hal ini terus ditindaklanjuti sampai akhirnya merupakan langkah pasti menuju ”Kebumenku maju, bersatu”.
Raihlah Adipura kebanggaan masyarakat yang sangat ditunggu-tunggu. Jadikan kota Kebumen benar-benar makin cantik, indah, cerah, terang benderang, bersih dan nyaman.

Tidak lagi terkesan kumuh, jorok, tidak tertata, tidak nyaman dan aman, gelap gulita.

Kasus sumbang saran/masukan tentang sampah serasa saat ini cukup bagus, bila dibandingkan tahun lalu.

Hanya saja perlu peningkatan imbauan atau sosialisasi kepada masyarakat tentang budaya hidup bersih, dan jangan membuang sampah sembarangan di tempat di mana saja.

Ambijo
Jl HM Sarbini 40, Kebumen

Supersemar Asli

Polemik tentang keberadaan Supersemar yang asli bergulir setelah terbitnya buku 30 Tahun Indonesia Merdeka, cetakan ke-5 tahun 1981. Di buku tersebut memuat dua naskah Supersemar yang berbeda dan jika diperhatikan terdapat 21 perbedaan. 

Salah satu perbedaan yang mencolok adalah tanda tangan Bung Karno sehingga memperkuat dugaan, Orde Baru sengaja ”memalsu” tanda tangan Bung Karno.

Persoalan bertambah rumit setelah muncul Supersemar versi M Yusuf yang terdiri dari dua lembar. Lembar kedua berisi tempat, tanggal, tanda tangan Bung Karno dan nama jelas tetapi letak hurufnya berbeda dengan huruf yang termuat dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka.

 Secara umum kedua naskah itu sama, namun pada versi M Yusuf tampak ada tambahan angka 2 tulisan tangan di belakang kata ”Angkatan” sehingga dapat berbunyi ”Angkatan-Angkatan” (butir III.2).

Secara tidak sengaja beberapa waktu lalu saya ”menemukan” lagi naskah Supersemar, dimuat dalam satu lembar, lengkap dengan lambang negara, lambang kepresidenan (bintang lima di dalam lingkaran padi kapas) dan di bawahnya terdapat tulisan Presiden Republik Indonesia (2 baris).

Naskah Supersemar ini lebih rapi, sebagian besar banyaknya baris tiap butir lebih sedikit, tidak sebanyak seperti yang termuat dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka maupun versi M Yusuf walau isinya sama. Barangkali naskah inilah yang asli.

Pertanyaannya, siapa yang menyimpan dan berada di mana naskah asli Supersemar itu? Dengan terbitnya buku Mereka Menodong Bung Karno oleh Soekardjo Wilardjito, akan menambah lembaran hitam rezim Orde Baru.

M Bachrun BSc
Jl Kalipucung 7 Sukorejo, Kendal

0 komentar:

Posting Komentar