Menanti Reinkarnasi

Suara Merdeka-SOSOK Soemitro Kolopaking, barangkali hanya tercatat sebagai Bupati Banjarnegara kelima. Sementara watak kepemimpinannya sulit dilacak dalam berbagai referensi.
Sejarawan Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Dr Sugeng Priyadi MHum menyebut, Soemitro merupakan pemimpin yang merakyat. Dalam otobiografinya, putra Jayanegara II itu begitu dekat dengan rakyat kecil.


“Sering berjalan kaki kiloan meter hingga pelosok. Tidak menggunakan alas kaki, tidak formal, bahkan menyamar. Hanya memakai obor. Banyak warga yang tidak tahu, kalau dia itu bupati,” kata Sugeng menggambarkan.
Soemitro  tercatat menjadi guru besar di Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta. Meski kuliahnya sendiri, terbilang gagal di Universitas Leiden, Belanda.
“Beliau itu bangsawan yang tidak pernah menonjolkan statusnya, keluarga besarnya. Beliau juga terkenal memiliki humor cerdas,” kata Sugeng sambil menyebut Soemitro Kolopaking memiliki beberapa karya, selain otobiografi yang dia buat sendiri.

Seminar

Dalam trah Kolopaking, Soemitro bisa disebut menjadi penyelamat. Sebenarnya, Kolopaking awalnya lebih banyak berkuasa di daerah Kebumen.
Pertempuran antara Arung Ginang III (sekutu Belanda) dan Jayanegara III (kelompok Diponegoro), membuat trah Kolopaking ”terbuangíí ke Banjarnegara.

“Soemitro saat akan menjadi bupati di Banjarnegara meminta Belanda agar dia dizinkan menggunakan nama Kolopaking. Sementara di Ambal, Kebumen, babad Kolopaking seperti sengaja ‘ditutup’, karena waktu itu Jayanegara III kalah bertempur,” te-rang pengajar Sejarah Klasik di Fakultas Ilmu Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) tersebut.
Berbincang trah Kolopaking, menurut Sugeng lebih menarik fokus pada sosok Soemitro Kolopaking. Terlebih, sosok pemimpin ideal yang merakyat.

“Soemitro menurut literatur yang saya baca, menjadi bupati tiga zaman terbaik, dengan tidak menafikan Bupati Banjarnegara lainnya. Merakyat, cerdas, bijaksana, dan juga penemu keramik Klampok,” tutur Sugeng yang baru saja meraih gelar doktor 2010 lalu.

Sugeng meyakini banyak trah Kolopaking di eks Karesidenan Banyumas. Khususnya, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas. Sementara secara organisasi, di wilayah Banyumas, Sugeng belum menemukannya.
“Melihat eksistensi trah Kolopaking dengan organisasi, terlalu sempit. Saya pernah dengar ada perkumpulannya di Jakarta. Tetapi yang terpenting bukan trah semata. Melainkan, siapa -khususnya pemimpin Banjarnegara- yang mampu mewarisi kesederhanaan, merakyat dan kecerdasannya, maka layak ditunggu masyarakat Banjarnegara,” katanya.
Diakui, wacana sejarah lokal begitu memudar di tengah masyarakat.

Sugeng berharap kesadaran lembaga, baik pemerintah maupun NGO untuk menghidupkan kembali sejarah.
Tidak meninggalkan jasa para pendahulu. Menggelar seminar Kolopaking, menjadi impian Sugeng Priyadi untuk menghidupkan kembali atau mencari reinkarnasi Soemitro Kolopaking. (71)

l  Rujito

0 komentar:

Posting Komentar